Bintang Kejora dari Tanah Papua

/ Juni 08, 2018
Pengibaran bendera Bintang Kejora Papua Merdeka di Papua. Doc.Istimewa  
Pengibaran bendera Bintang Kejora Papua Merdeka di Papua. Doc.Istimewa 




Bendera Bintang Kejora adalah simbol kultural, kesepakatan rakyat Papua. Ia mewakili tata nilai dan kepercayaan Papua. Sekaligus, akhirnya, simbol kemerdekaan.

Rakyat Papua memiliki simbol yang dibanggakan. Dengan aksen tujuh garis warna biru, enam garis warna putih horizontal, dan di sebelah kiri bergaris vertikal lebar berwarna merah, dan di tengannya terdapat bintang berwarna putih. Inilah Bintang Kejora atau “The Morning Star”.

Bintang Kejora tidak muncul tiba-tiba. Ia punya sejarah panjang dalam kesadaran rakyat Papua yang bermulti-multi suku dan ragam bahasa ini.

Bila merujuk pada film dokumenter berjudul The Land of the Morning Star karya Mark Worth yang disusun bersama pakar-pakar sejarah Papua, digambarkan seorang perempuan Papua sedang menjahit bendera yang mirip dengan bendera Belanda yang sudutnya ditempeli sebuah bintang. Kala itu tanah Papua menjadi saksi medan pertempuran Perang Pasifik yang melibatkan pihak Amerika dan Sekutu melawan Jepang.

Arnaldho Guntur Fonatoba, pemuda Universitas Cenderawasih yang aktif di Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (Sonamappa), menuturkan bahwa sebenarnya penyebutan yang pas untuk Bintang Kejora adalah Bintang Fajar atau Bintang Pagi. Ini punya makna filosofis sendiri seperti yang dijelaskan Clemens Runaweri dalam filmThe Land of the Morning Star.

“Bintang Pagi adalah bintang yang muncul di langit pada subuh sebelum matahari terbit. Bintang Pagi ini dijadikan para nelayan sebagai penuntun. Sebagai penunjuk arah ketika mereka di tengah lautan tanpa kompas navigasi. Bintang Fajar adalah harapan bagi nelayan yang sedang menanti datangnya pagi,” ungkap Clemens, seorang mantan politisi Papua Barat tersebut.

Masyarakat Papua di Teluk Humboldt Holandia, yang sekarang merujuk pada Jayapura, juga sudah mengibarkan bendera Bintang Fajar untuk menunjukkan eksistensi sebagai sebuah bangsa yang berdaulat sekitar 1944 hingga 1945. Hal ini terjadi ketika Amerika Serikat meninggalkan Papua usai Perang Pasifik sambil membawa tawanan Jepang dan kembali ke wilayah tersebut untuk digantikan Belanda.

Perjalanan bendera Bintang Fajar juga digunakan selama masa status Papua masih dipegang Belanda dan bernama Nugini Belanda selama 1949 sampai 1962. Baru setelah Belanda hendak menyerahkan kemerdekaan kepada Papua, babak baru dimulai.

Dalam buku berjudul The Morning Star in Papua Barat karya Nonie Sharp, Bintang Fajar pada bendera Papua Barat adalah simbol gerakan Koreri, sebuah gerakan adat dan kultural dari sebuah suku. Tahun 1961, ketika perwakilan dari seluruh wilayah Papua Barat datang bersama-sama untuk memilih simbol identitas nasional, telah disepakati bahwa Bintang Fajar harus menjadi lambang bagi Papua Barat.

Desain dari bendera Bintang Fajar disempurnakan lagi oleh Markus Wonggor Kaisiepo menjadi seperti yang bisa dilihat sekarang. Secara politik, pengibaran Bintang Fajar 1 Desember 1961 juga sebagai penegasan atas kemerdekaan Papua dari Belanda.

Buku berjudul Constructing Papuan Nationalism: History, Ethnicity, and Adaptation karya Richard Chauvel, menjelaskan bahwa peristiwa pengibaran bendera Bintang Fajar dan nyanyian nasional “Hai Tanahku Papua” pada 1 Desember 1961 ini kemudian menjadi pandangan dominan sebagian besar orang Papua saat ini: bahwa pada saat itulah Papua memperoleh kedaulatan kemerdekaan.

Namun tentu saja sejarah juga mencatat bahwa upaya tersebut patah karena penolakan Indonesia yang menyeret Belanda dalam penandatanganan Perjanjian New York 1962. Presiden Sukarno melihat bahwa keberadaan negara Papua hanya akal-akalan alias boneka saja yang dibentuk Belanda.

Wilayah Papua saat ini yang diketahui telah menjadi bagian dari NKRI bukanlah sesuatu yang langsung terjadi. 1 Desember 1961 saat Bintang Fajar dikibarkan menjadi penanda kemerdekaan, sama halnya seperti proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Keduanya sama-sama melepaskan diri dari Belanda. Namun justru dari sanalah sengketa terjadi hingga saat ini antara nasionalis Papua dengan pemerintah Indonesia.

Dalam sengketa tersebut, secara sementara wilayah Irian Barat ditangani oleh Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA). Pada 1 Mei 1963, menyerahkan untuk sementara Irian Barat kepada pemerintah Indonesia sesuai amanat Perjanjian New York. Penyerahan dilakukan sementara hingga dilaksanakannya referendum pada 1969 untuk memberi kesempatan rakyat Papua memilih apakah bergabung dengan Indonesia atau berdiri berdaulat sebagai negara sendiri.

Saat Pepera telah selesai dilakukan, hasilnya adalah penggabungan Irian Barat ke Papua. Meskipun banyak catatan kritis yang menyoroti tidak adilnya proses Pepera yang dijalankan. Rezim militer Indonesia bergerak ke mana-mana, menjelang dan selama Pepera.

Jangan lupa, Pepera tidak digelar dengan one man one vote. Suara diambil dari masing-masing perwakilan. Dan militer Indonesia dianggap sangat aktif mengkondisikan agar pilihan para wakil adalah memilih bergabung Indonesia. Mengkondisikan dengan berbagai cara.

Baru setelah era Orde Baru runtuh, ditandai dengan lengsernya Soeharto, kran protes dan peninjauan kembali atas penyelenggaraan Pepera dilayangkan oleh masyarakat Papua. Termasuk upaya kembali mengibarkan bendera kebanggaan Bintang Fajar.

Saat Gus Dur menjadi presiden, rakyat Papua diizinkan mengibarkan bendera Bintang Fajar. Bahkan Gus Dur mengabulkan permintaan masyarakat setempat untuk menggunakan kata Papua menggantikan Irian Jaya. Gus Dur mengatakan bahwa bendera Bintang Fajar merupakan simbol kultural.

Di bawah UU Otonomi Khusus Papua 2001, simbol identitas Papua bendera Bintang Fajar boleh dikibarkan dengan sah. Syaratnya: harus bersebelahan dan lebih rendah dari bendera Indonesia. Pun juga lagu “Hei Tanahku Papua” boleh kembali dilantunkan.

Muridan Satrio Widjojo, peneliti LIPI untuk Papua, pernah menulis bahwa pengibaran bendera juga bagian dari ritual. Ini terkait kepercayaan kargoisme, atau dalam nomenklatur sejarah Jawa biasa disebut gerakan mesianik atau milenial, kerap disebut juga Ratu Adil: suatu gerakan keagamaan yang percaya bahwa akan datang zaman baru yang penuh kemakmuran, ditandai dengan datangnya pemimpin baru kiriman nenek moyang mereka. Dan pengibaran bendera merupakan ritus pemanggilan sang pemimpin.

Bergantinya presiden juga berganti pula pola pikir dan pandangan mereka atas tanah Papua. Pasal 6 dalam Peraturan Pemerintah 77 Tahun 2007 melarang kembali penggunaan atribut daerah termasuk pengibaran bendera Bintang Kejora, simbol Burung Mambruk, yang diidentikkan dengan gerakan separatis di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Serangkaian kasus penangkapan sudah dilakukan oleh aparat jika mendapati ada pengibaran Bintang Fajar.

Disahkannya aturan tersebut membuat makin banyak orang-orang Papua yang kemudian ditangkap dan diberi tuduhan makar. Menurut Human Rights Watch, pengadilan Indonesia telah lama menganggap pengibaran bendera berkaitan dengan sentimen pro kemerdekaan sebagai simbol kedaulatan, dan karena itu sebuah ekspresi terlarang. Akibatnya proses kriminalisasi atas hak-hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai, sebagaimana dilindungi dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia pada 2006, terus menerus berulang.

Makar tampaknya menjadi senjata ampuh yang dilabelkan kepada para orang-orang Papua yang ditangkap karena mengibarkan Bendera Fajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar punya beberapa arti: 1 akal busuk; tipu muslihat; 2 perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, dan sebagainya; 3 perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Makar yang juga diatur dalam KUHP sebagai kejahatan terhadap keamanan negara, terutama di pasal 104, 107 dan 108, dengan ancaman hukuman mati. Pasal-pasal ini mengatur pidana kejahatan terhadap presiden dan wakilnya, dan juga ancaman pidana terhadap para penggerak makar. Dalam perkembangan dan praktiknya, pasal-pasal terkait menjadi karet tergantung dari interpretasi kekuasaan terhadap ancaman atas dirinya dan otoritasnya.

Menapaki 1 Desember 2016, yang oleh rakyat Papua diperingati sebagai kemerdekaannya atas Belanda, problematika Papua sebenarnya bukan pada masalah pengibaran Bendera Fajar sebagai identitas rakyat Papua. Namun bagaimana Jakarta memberlakukan rakyat Papua selama ini dan yang akan datang.

Soal pengibaran bendera itu tidak lebih penting dari persoalan: sudahkah memperlakukan rakyat Papua dengan baik? Beranikah Indonesia mengakui kesalahan-kesalahannya selama ini?
Bintang Kejora adalah identitas kultural bangsa Papua.


Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Zen RS














Pengibaran bendera Bintang Kejora Papua Merdeka di Papua. Doc.Istimewa  
Pengibaran bendera Bintang Kejora Papua Merdeka di Papua. Doc.Istimewa 




Bendera Bintang Kejora adalah simbol kultural, kesepakatan rakyat Papua. Ia mewakili tata nilai dan kepercayaan Papua. Sekaligus, akhirnya, simbol kemerdekaan.

Rakyat Papua memiliki simbol yang dibanggakan. Dengan aksen tujuh garis warna biru, enam garis warna putih horizontal, dan di sebelah kiri bergaris vertikal lebar berwarna merah, dan di tengannya terdapat bintang berwarna putih. Inilah Bintang Kejora atau “The Morning Star”.

Bintang Kejora tidak muncul tiba-tiba. Ia punya sejarah panjang dalam kesadaran rakyat Papua yang bermulti-multi suku dan ragam bahasa ini.

Bila merujuk pada film dokumenter berjudul The Land of the Morning Star karya Mark Worth yang disusun bersama pakar-pakar sejarah Papua, digambarkan seorang perempuan Papua sedang menjahit bendera yang mirip dengan bendera Belanda yang sudutnya ditempeli sebuah bintang. Kala itu tanah Papua menjadi saksi medan pertempuran Perang Pasifik yang melibatkan pihak Amerika dan Sekutu melawan Jepang.

Arnaldho Guntur Fonatoba, pemuda Universitas Cenderawasih yang aktif di Solidaritas Nasional Mahasiswa dan Pemuda Papua (Sonamappa), menuturkan bahwa sebenarnya penyebutan yang pas untuk Bintang Kejora adalah Bintang Fajar atau Bintang Pagi. Ini punya makna filosofis sendiri seperti yang dijelaskan Clemens Runaweri dalam filmThe Land of the Morning Star.

“Bintang Pagi adalah bintang yang muncul di langit pada subuh sebelum matahari terbit. Bintang Pagi ini dijadikan para nelayan sebagai penuntun. Sebagai penunjuk arah ketika mereka di tengah lautan tanpa kompas navigasi. Bintang Fajar adalah harapan bagi nelayan yang sedang menanti datangnya pagi,” ungkap Clemens, seorang mantan politisi Papua Barat tersebut.

Masyarakat Papua di Teluk Humboldt Holandia, yang sekarang merujuk pada Jayapura, juga sudah mengibarkan bendera Bintang Fajar untuk menunjukkan eksistensi sebagai sebuah bangsa yang berdaulat sekitar 1944 hingga 1945. Hal ini terjadi ketika Amerika Serikat meninggalkan Papua usai Perang Pasifik sambil membawa tawanan Jepang dan kembali ke wilayah tersebut untuk digantikan Belanda.

Perjalanan bendera Bintang Fajar juga digunakan selama masa status Papua masih dipegang Belanda dan bernama Nugini Belanda selama 1949 sampai 1962. Baru setelah Belanda hendak menyerahkan kemerdekaan kepada Papua, babak baru dimulai.

Dalam buku berjudul The Morning Star in Papua Barat karya Nonie Sharp, Bintang Fajar pada bendera Papua Barat adalah simbol gerakan Koreri, sebuah gerakan adat dan kultural dari sebuah suku. Tahun 1961, ketika perwakilan dari seluruh wilayah Papua Barat datang bersama-sama untuk memilih simbol identitas nasional, telah disepakati bahwa Bintang Fajar harus menjadi lambang bagi Papua Barat.

Desain dari bendera Bintang Fajar disempurnakan lagi oleh Markus Wonggor Kaisiepo menjadi seperti yang bisa dilihat sekarang. Secara politik, pengibaran Bintang Fajar 1 Desember 1961 juga sebagai penegasan atas kemerdekaan Papua dari Belanda.

Buku berjudul Constructing Papuan Nationalism: History, Ethnicity, and Adaptation karya Richard Chauvel, menjelaskan bahwa peristiwa pengibaran bendera Bintang Fajar dan nyanyian nasional “Hai Tanahku Papua” pada 1 Desember 1961 ini kemudian menjadi pandangan dominan sebagian besar orang Papua saat ini: bahwa pada saat itulah Papua memperoleh kedaulatan kemerdekaan.

Namun tentu saja sejarah juga mencatat bahwa upaya tersebut patah karena penolakan Indonesia yang menyeret Belanda dalam penandatanganan Perjanjian New York 1962. Presiden Sukarno melihat bahwa keberadaan negara Papua hanya akal-akalan alias boneka saja yang dibentuk Belanda.

Wilayah Papua saat ini yang diketahui telah menjadi bagian dari NKRI bukanlah sesuatu yang langsung terjadi. 1 Desember 1961 saat Bintang Fajar dikibarkan menjadi penanda kemerdekaan, sama halnya seperti proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945. Keduanya sama-sama melepaskan diri dari Belanda. Namun justru dari sanalah sengketa terjadi hingga saat ini antara nasionalis Papua dengan pemerintah Indonesia.

Dalam sengketa tersebut, secara sementara wilayah Irian Barat ditangani oleh Otoritas Eksekutif Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNTEA). Pada 1 Mei 1963, menyerahkan untuk sementara Irian Barat kepada pemerintah Indonesia sesuai amanat Perjanjian New York. Penyerahan dilakukan sementara hingga dilaksanakannya referendum pada 1969 untuk memberi kesempatan rakyat Papua memilih apakah bergabung dengan Indonesia atau berdiri berdaulat sebagai negara sendiri.

Saat Pepera telah selesai dilakukan, hasilnya adalah penggabungan Irian Barat ke Papua. Meskipun banyak catatan kritis yang menyoroti tidak adilnya proses Pepera yang dijalankan. Rezim militer Indonesia bergerak ke mana-mana, menjelang dan selama Pepera.

Jangan lupa, Pepera tidak digelar dengan one man one vote. Suara diambil dari masing-masing perwakilan. Dan militer Indonesia dianggap sangat aktif mengkondisikan agar pilihan para wakil adalah memilih bergabung Indonesia. Mengkondisikan dengan berbagai cara.

Baru setelah era Orde Baru runtuh, ditandai dengan lengsernya Soeharto, kran protes dan peninjauan kembali atas penyelenggaraan Pepera dilayangkan oleh masyarakat Papua. Termasuk upaya kembali mengibarkan bendera kebanggaan Bintang Fajar.

Saat Gus Dur menjadi presiden, rakyat Papua diizinkan mengibarkan bendera Bintang Fajar. Bahkan Gus Dur mengabulkan permintaan masyarakat setempat untuk menggunakan kata Papua menggantikan Irian Jaya. Gus Dur mengatakan bahwa bendera Bintang Fajar merupakan simbol kultural.

Di bawah UU Otonomi Khusus Papua 2001, simbol identitas Papua bendera Bintang Fajar boleh dikibarkan dengan sah. Syaratnya: harus bersebelahan dan lebih rendah dari bendera Indonesia. Pun juga lagu “Hei Tanahku Papua” boleh kembali dilantunkan.

Muridan Satrio Widjojo, peneliti LIPI untuk Papua, pernah menulis bahwa pengibaran bendera juga bagian dari ritual. Ini terkait kepercayaan kargoisme, atau dalam nomenklatur sejarah Jawa biasa disebut gerakan mesianik atau milenial, kerap disebut juga Ratu Adil: suatu gerakan keagamaan yang percaya bahwa akan datang zaman baru yang penuh kemakmuran, ditandai dengan datangnya pemimpin baru kiriman nenek moyang mereka. Dan pengibaran bendera merupakan ritus pemanggilan sang pemimpin.

Bergantinya presiden juga berganti pula pola pikir dan pandangan mereka atas tanah Papua. Pasal 6 dalam Peraturan Pemerintah 77 Tahun 2007 melarang kembali penggunaan atribut daerah termasuk pengibaran bendera Bintang Kejora, simbol Burung Mambruk, yang diidentikkan dengan gerakan separatis di era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Serangkaian kasus penangkapan sudah dilakukan oleh aparat jika mendapati ada pengibaran Bintang Fajar.

Disahkannya aturan tersebut membuat makin banyak orang-orang Papua yang kemudian ditangkap dan diberi tuduhan makar. Menurut Human Rights Watch, pengadilan Indonesia telah lama menganggap pengibaran bendera berkaitan dengan sentimen pro kemerdekaan sebagai simbol kedaulatan, dan karena itu sebuah ekspresi terlarang. Akibatnya proses kriminalisasi atas hak-hak kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai, sebagaimana dilindungi dalam Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia pada 2006, terus menerus berulang.

Makar tampaknya menjadi senjata ampuh yang dilabelkan kepada para orang-orang Papua yang ditangkap karena mengibarkan Bendera Fajar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makar punya beberapa arti: 1 akal busuk; tipu muslihat; 2 perbuatan (usaha) dengan maksud hendak menyerang (membunuh) orang, dan sebagainya; 3 perbuatan (usaha) menjatuhkan pemerintah yang sah.

Makar yang juga diatur dalam KUHP sebagai kejahatan terhadap keamanan negara, terutama di pasal 104, 107 dan 108, dengan ancaman hukuman mati. Pasal-pasal ini mengatur pidana kejahatan terhadap presiden dan wakilnya, dan juga ancaman pidana terhadap para penggerak makar. Dalam perkembangan dan praktiknya, pasal-pasal terkait menjadi karet tergantung dari interpretasi kekuasaan terhadap ancaman atas dirinya dan otoritasnya.

Menapaki 1 Desember 2016, yang oleh rakyat Papua diperingati sebagai kemerdekaannya atas Belanda, problematika Papua sebenarnya bukan pada masalah pengibaran Bendera Fajar sebagai identitas rakyat Papua. Namun bagaimana Jakarta memberlakukan rakyat Papua selama ini dan yang akan datang.

Soal pengibaran bendera itu tidak lebih penting dari persoalan: sudahkah memperlakukan rakyat Papua dengan baik? Beranikah Indonesia mengakui kesalahan-kesalahannya selama ini?
Bintang Kejora adalah identitas kultural bangsa Papua.


Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Zen RS














Continue Reading
Beberapa Makhluk Misterius yang Belum Terpecahkan di Yali 
Rumah Adat Suku Yali di Papua.

Sejak awal hingga sekarang, bumi ini telah dipenuhi dengan Misteri. Begitu pula dengan segala sesuatu yang ada di alam ini juga merupakan Misteri, baik itu Misteri Manusia maupun Misteri Tuhan. Sebagai Manusia yang selalu ingin tahu, Manusia berusaha mencari jawaban atas Misteri-misteri yang ada selama ini. Dan hasilnya pun ada yang berhasil dipecahkan dan ada yang tidak dapat dipecahkan. Semua Misteri yang belum terpecahkan terangkum dalam Misteri Terbesar di Dunia yang Belum Terpecahkan. Ada banyak Misteri yang terjadi di bumi ini. tetapi ada beberapa Misteri terbesar sepanjang abad manusia. Berikut Misteri Terbesar di Dunia yang Belum Terpecahkan yang akan diulas dalam tulisan ini, dan mungkin selamanya tidak akan terpecahkan dan hanya akan menjadi misteri Tuhan. Dari manakah manusia itu berasal? Jika melirik dari Injil atau Kitab Suci, memang sangat jelas dikatakan bahwa Tuhanlah pencipta Manusia (Kitab Kejadian Pasal 1). Tapi bagaimana proses penciptaan itu sebenarnya? Para Ilmuwan pernah menawarkan teori bahwa Manusia adalah hasil evolusi dari kera. Jika demikian halnya, maka “seharusnya” Manusia akan terus berevolusi menjadi Makhluk yang lebih baik. Namun faktanya, sudah lebih dari 2000 tahun, tidak ada perubahan pada manusia. Apakah itu berarti evolusi berhenti? Teori lain mengatakan bahwa manusia berasal dari Mahluk ruang Angkasa. Jika demikian, maka pertanyaan menjadi : dari mana makhluk itu berasal? Dengan demikian, bagaimanapun juga tetap menarik untuk membahas Makhluk-makhluk Misterius ini karena tidak ada seorang pun yg tahu pasti mengenai kebenaran eksistensi mereka hingga masih menjadi misteri sampai saat ini. Saya mulai saja ceritanya tentang beberapa Makhluk yang paling Misterius sampai di abad 21 ini yang dilakukannya dan bukti-bukti lain yang meyakinkan belum pernah dilihat oleh banyak orang. Jika seseorang yang mengaku diri pernah melihat Makhluk ini, ceritanya sangat mengerikan di telinga pendengar. Namun cerita itu menjadi pertanyaan yang besar. Menurut ceritanya bahwa Makhluk tersebut bersembunyi di hutan-hutan atau wilayah yang sulit kita jangkau terutama di gunung, danau atau sungai. Namun, tidak jelas apakah itu species baru ataukah sebuah spesies yag hilang jejaknya (missing link) dari evolusi manusia? Benarkah makhluk-makhluk itu ada di Alam nyata? Ada atau tidak, yang jelas banyak yang memiliki cerita tentang Makhluk-makhluk itu. Penampakan mereka di suatu tempat tertentu sudah dibicarakan sebelum Misionaris masuk di daerah Yali. Walau sudah banyak cerita dan jejak kaki mereka, namun sejauh ini belum pernah ada bukti ilmiah bahwa mereka itu ada - ...Simak ini: (Dunia ini Tak Bershabat!). Hesirehe, Sirun Sek-sek, Silsil dan Manu adalah mahluk-makhluk legendaris yang sampai sekarang benar-benar belum bisa dibuktikan apakah memang ada atau hanya sekedar khayalan pendongeng fiksi dengan maksud membuat suasana takut terhadap si pendengar yang haus mendengar cerita itu. Ratusan orang dari ratusan tahun yang lalu mengklaim pernah melihat wujud Monster-monster tersebut di gunung, danau atau di hutan-hutan besar. Namun hingga kini, monster-moster yang berjuluk “Mungkar (Yali), Mokar (Dani) dan Lani (Kugi)” itu tetap menjadi misteri. Apakah Monster-moster ini memang ada? Hesirehe (Hesire-He) Banyak orang selama ini ingin melihatnya, namun Makhluk-makhluk tersebut memilih untuk menyembunyikan identitas dirinya, mengubur di kedalaman danau yang belum terselami hingga ke dasarnya dan di celah-celah batu besar atau gunung yang orang jarang orang dikunjungi. Kisah tentang Hesirehe, Manu, Sisi dan Sirun Sek-sek diawali oleh Nenek Moyang dalam Naskah Kuno yang tidak tertulis (Naskah Oral), dengan demikian kami belum bisa memastikan kapan cerita itu dimulai Suku-suku lain seperti suku Dani dan Lani memiliki cerita yang sama tentang Makhluk-makhluk Misterius ini. Suku Dani mengenal dengan nama umum “Mokar, Hesire atau Ai Werek” dan tempat-tempat terlarang disebut “Mokar Wakunmu – Mokar Wakunmu eti Ag’huni Kusak dek”. Dan juga suku Lani menyebut nama-nama Makhluk-makhluk Misterius ini dengan bahasa daerahnya “Kelonggonme, Kugi Iname, Kugi Nanggwi, Yi Mage, Wam Nggiya-Iyo Wenakwa, Kuguwak dan Kwenakwe (Wanita Hutan)”. Semua yang disebutkan di atas, sebagian Makhluk Misterius dapat berkomunikasi dengan Manusia dan juga menyalin hubungan baik dan sebagiannya hanya ada cerita dalam masyarakat setempat. Akan tetapi sering Makhluk tersebut menghadirkan musibah atau hukuman yang melibatkan individu atau semua orang jika ada yang menyakiti hatinya. Sebagian orang mengaku bahwa pernah melihat dan mendengar suara atau melihat penampakan namun belum pernah melihat dengan jarak dekat, komunikasi, berjabat tangan atau rumah tempat tinggalnya. Walaupun demikian, tidak seorang pun yang dapat menjelaskan secara lengkap tentang ciri-cirinya. Salah satu contoh, Hesire-He/Hesire/Kwenakwe ini bentuknya seperti Manusia namun apa ciri yang membedakan antara Manusia dan Makhluk Misterius itu? Pasti saja ada sedikit perbedaan selain kekuatan yang dimilikinya. Menurut orang yang pernah melihat dalam penampakannya bahwa Hesirehe (Hesire-He) bentuknya tidak kalah dengan bentuk tubuh kaum Hawa (wanita). Jarang sekali dalam ceritanya bahwa Hesire-He itu bentuknya seperti laki-laki. Jika diikuti dalam cerita atau dongengnya bahwa Hesire-He memiliki dua sifat yaitu sifat baik tetapi buruk. Dia tidak selalu mengganggu Manusia jika tidak menyakiti hatinya. Dia memililki sifat cari perhatian dan sering menyamar atau menjelma menjadi Manusia dan mencari kesempatan yang tepat untuk bertindak. Aksi yang dilakukan pun persis dengan manusia dan sering manusia menjadi korban penipuan. Dengan cerita seperti ini kami dapat menganalisa bahwa Hesire-He adalah sejenis hewan atau binatang yang memiliki salah satu rahasia yang manusia tidak dapat membayangkan dan melukiskan rahasia itu. Buktinya adalah Hesire-He dapat menyelma menjadi manusia di saat-saat tertentu. Sirun Sek-sek Sirun Sek-sek (Wam Nggiya-Eyo Wenakwa, Bahasa Lani) tidak dapat dijelaskan secara lengkap tentang cirri-ciri fisik, karakter atau perilaku aslinya. Menurut cerita bahwa Sirun Sek-sek memang ada dan bentuknya tidak sama dengan Hesire-He namun Sirun bentuknya seperti domba, Rusa atau Babi dan memiliki tanduk dan rambut yang panjang yang hampir menutupi seluruh bagian tubuhnya dan orang Yali menggolongkan Sirun ke dalam Makhluk Misterius yang tidak dapat dilihat sampai sekarang. Manu Manu adalah termasuk makhluk misterius sejenis ular besar yang hidup di daerah dingin namun Manu dapat hidup di dua alam yaitu: di darat dan di dalam air atau danau. Manu telah bersembunyi di daerah yang jarang dikunjungi seperti di gunung atau di kaki gunung-gunung besar. Biasanya, Orang Yali tahu dan mengenal tempat dimana Manu berdiam diri. Jika di air atau danau, orang Yali takut dan dilarang untuk mendekatinya untuk mengantisipasi terjadi hal-hal tidak diinginkan oleh manusia. Jika Manu merasa disakiti, tentunya akan mendatangkan musibah yang hebat terhadap orang yang mengganggu Manu atau musibah yang melibatkan semua masyarakat. Bukti-bukti ini membuktikan bahwa Manu benar-benar makhluk yang Misterius (Yi Mage-Bahasa Lani). Silsil Silsil merupakan makhluk misterius namun cerita tentang Silsil jarang diceritakan walaupun menurut orang Yali bahwa makhluk itu ada. Menurut pendongeng bahwa Silsil memiliki dua bentuk yaitu bentuknya lebih besar dari Anjing dan bentuk lainnya seperti ular (Ular Naga). Silsil dikenal dengan Makhluk yang memiliki kesabaran yang tinggi, dikatakan karena sesuai dengan karakter yang dimilikinya, artinya Manu tidak muda terpengaruh dan dapat mengontrol emosinya dengan hal-hal yang terjadi di sekitanya. Makhluk ini tidak menjadi terror bagi masyarakat Yali namun jika ada yang ingin bermain-main secara sengaja dan itu benar-benar menyakiti hatinya maka tindakan yang diambil lebih parah, rusak dan menyakitkan. Salah satu saksi mata dari Desa Kulet, Distrik Apahapsili, Kabupaten Yalimo, Yuren Kalemon Wilil menjelaskan bahwa beberapa tahun yang lalu pernah melihat Silsil yang sedang menyandap mangsanya (Anjing), sayangnya bapak Wilil hanya bisa menonton Anjing kesayangan itu sedang ditarik Silsil dari dalam tanah dengan kekuatan yang sungguh dasyat. Sebelumnya bapak Wilil berniat tidur bersama Anjing kesayangannya ‘Kundik’ di Goa Batu itu, namun bapak Wilil harus meninggalkan tempat itu setelah membaca mantra-mantra untuk melindungi diri dari Silsil.

Sumber: Tabloid WANI



Manokwari – Sebanyak 12 calon pilot dari kalangan putra-putri Papua segera menjalani pendidikan sebagai taruna penerbangan di Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbang Banyuwangi, Jawa Timur.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perhubungan Papua Barat, Max L Sabarofex, di Manokwari, Selasa (09/01), mengatakan proses seleksi calon taruna penerbangan ini sudah hampir selesai.
Pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan menggelontorkan program beasiswa penerbangan khusus bagi putra-putri Papua di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Melalui program ini pemerintah menginginkan jumlah pilot dari putra-putri Papua terus bertambah. Pusat memberikan jatah 12 orang bagi dua provinsi tersebut untuk menjalani pendidikan penerbangan mulai tahun 2018.
Menindaklanjuti program ini, Dinas Perhubungan Papua Barat sudah membuka pendaftaran dan seleksi sejak beberapa bulan lalu.
“Kita buka dalam dua tahap. Seleksi tahap pertama belum bisa memenuhi kuota sehingga kita buka seleksi tahap kedua,” kata Max.
Dia mengutarakan pekan ini lima calon taruna dari Papua Barat menjalani sejumlah tes di Jakarta. Ia berharap seleksi ini melahirkan putra-putri terbaik yang akan dididik menjadi pilot.
“Di Jakarta adalah tes terakhir, dilaksanakan langsung oleh Kemenhub. Setelah dinyatakan lulus mereka akan dikembalikan ke daerah untuk persiapan uji terbang dan menjalani pendidikan di Banyuwangi,” katanya.
Max menjelaskan pada seleksi ini peserta menjalani beberapa tes dari inteligensia, serta kesehatan fisik hingga psikologi. Pelaksanaan tes tak hanya dilakukan di daerah. Peserta pun harus menjalani tes kedua di Jakarta.
“Memang sangat ketat karena kita ingin memperoleh anak-anak terbaik. Terbukti kita punya anak-anak mampu menjalani itu dan tidak kalah dengan anak-anak dari daerah lain,” sebutnya.

Sumber : Papuatoday.id 
Banyak Orang Indonesia Mendukung Papua Merdeka, Tetapi Ada 10 Alasan Orang Papua Sendiri Tidak Jelas dalam Sikapnya 
Foto: Dukungan Solidaritas dari Rakyat Indonesia untuk Kemerdekaan West Papua.  

Sebuah Catatan Editorial PMNews Melihat Fakta Lapangan Kampanye Papua Merdeka. Hari ini sekali lagi Dr. George Junus Aditjondro menyampaikan dukungan terbuka, tertulis maupun lisan, "Dukungannya terhadap perjuangan Papua Merdeka". Tulisan bukunya berjudul "West Papua: Persoalan Internasional". Berikut catatan dari Editorial PMNews tentang 10 Jenis Orang Papua yang menentukan dan menghambat perjuangan Papua Merdeka. Aditjondro katakan, "Hanya referendum yang dapat menentukan apakah orang Papua masih ingin menjadi bagian dari Indonesia atau tidak," ujar George saat peluncuran buku diskusi dalam peluncuran buku berjudul "West Papua: Persoalan Internasional", di Kontras, Jakarta, Kamis (3/11/2011). Dukungan ini bukan baru dari seorang Aditjondro, dan bukan hanya untuk West Papua, tetapi merupakan dukungannya yang konsisten terhadap penderitaan umat manusia dan bangsa-bangsa terjajah di muka Bumi. Dukungannya terhadap bangsa rumpun Melanesia lain di Timor Leste telah berhasil, dan kini tanpa lelahnya Aditjondor terus memberikan dukungan-dukungan kepada bangsa-bangsa terjajah, demikian kata. Kalau kita saksikan di lapangan ada saja ketidakberdayaan dan ketidakpercayaan, malahan penolakan orang Papua sendiri terhadap aspirasi manusia, hewan, tumbuhan dan semua makhluk Bumi Cenderawasih untuk melepaskan diri dari kekangan penjajah NKRI. Ada beberapa jenis orang Papua, yang perlu kita cermati untuk membantu kita menyikapi dukungan-dukungan yang datang dari suku-bangsa lain di Indonesia.
1]. Orang Papua tidak percaya diri, Entah karena dia tidak berdaya secara fisik, mental maupun logikanya. Orang yang tidak percaya diri ini disebut Dr. Benny Giay sebagai, "Bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah." Dari berbagai bangsa di dunia ini, golongan bangsa yang memenuhi syarat untuk dijajah ini jumlahnya sangat sendiri. Orang Papua yang tidak percaya diri perlu bertobat karena perjuangan ini bukan menyangkut kebencian atas dasar ras, agama, asal-usul atau pandangan politik, tetapi ini perjuangan demi harkat, martabat dan hargadiri serta demi kebenaran mutlak, sesuai prinsip moral, hukum dan demokrasi.
2]. Orang Papua malas tahu, Terutama karena dia sendiri punya banyak masalah secara pribadi ataupun kelompoknya sudah ada dalam masalah-masalah keluarga, marga, suku, partai politik, pemilukada, hutang-puiutang, kawin-cerai, perselingkungan, kebiasaan mabuk, narkoba, terkena HIV/AIDS. Ada juga orang Papua yang malas tahu karena dia bukan manusia berprinsip, tetapi ialah oportunis. Jadi dia tidak mau berterus-terang kepada dirinya dan kepada bangsanya tentang penderitaannya dan bagaimana menyelesaikannya. Ia lebih condong "cari kesempatan dalam kesempitan". Orang-orang ini disebut "orang cari makan" saja, mereka sebenarnya tidak terlalu pusing dengan NKRI atau Papua Merdeka, yang penting buat mereka ialah apa yang mereka bisa dapat dari kedua-duanya atau dari salah-satunya. Yang dipikirkannya ialah "perut" dan "aku"nya, bukan kita dan sekaliannya. Orang jenis ini sebenarnya tidak dibutuhkan; malahan merugikan bagi pro NKRI maupun kontra NKRI. Tetapi terlanjur mereka sudah ada di dalam NKRI, mungkin mereka ada di dalam birokrasi NKRI, jadi mereka bermain di dalam NKRI, walaupun NKRI juga tahu mereka tidak berguna, tetapi mereka dijaga saja dalam rangka kleim bahwa ada orang Papua mendukung NKRI.
3]. Orang Papua cemas tetapi ragu Mereka memang cemas, dan selalu bertanya, "Kapan kita merdeka?" Keraguan terutama muncul karena dia sendiri tidak punya pendirian, percaya diri sendiri. Apalagi disodorkan dengan iklan-iklan kekuatan NKRI dari sisi jumlah, ditambah dengan iklan dengan kekuatan militer dan kepolisian dilengkapi dengan alat-alat militer yang serba-lengkap membuat orang Paupa yang cemas-cemas kapan kita merdeka, tetapi mereka semakin merasa ragu setelah melihat jumlah orang Indonesia begitu banyak dan kekuatan militernya begitu ganas dan mematikan. Orang Papua yang ragu bahwa West Papua akan atau pasti merdeka ialah mereka yang sudah selasai dari perguruan tinggi, yang gelarnya Sarjana Muda atau Sarjana. Pengetahuan mereka tidak seluas Indonesia, apalagi seluas ASEAN atau Oceania, mereka hanya memahami Papua dan kampung halaman mereka dan kantor di mana mereka bekerja. Mereka ini para raja di kolam kecil, tetapi mereka merasa diri sebaga raja sejagat. Mereka sudah punya pekerjaan, sudah punya gaji. Mereka ikuti geerak-langkah para pejuang Papua Merdeka, mereka juga berada di dalam garis komando NKRI. Mereka mampu membandingkan kekuatan kedua belah pihak. Makanya mereka tahu Papua harus merdeka, tetapi mereka meragukan impian itu akan terwujud. Mereka berhitung satu tambah satu samadengan dua, bukan satu atau tiga.
4]. Orang Papua percaya tetapi tidak sepenuhnya yakin Orang Papua ini satu kelas dengan "Orang Papua cemas tetapi ragu" tetapi ditambah lagi dengan "tidak yakin", bukannya ragu. Dia percaya Papua itu pasti merdeka, cuma dia tidak yakin bagaimana nanti kemerdekaan itu terwujud, di samping kekuatan dan jumlah orang Indonesia yang melampaui kemampuan orang Papua dan perlengkapan untuk perlawanan yang tersedia. Ia percaya, tetapi tidak sepenuhnya yakin karena dia sendiri memikirkan perjuangan ini bagaikan sebuah Tim Sepakbola, seperti misalnya antara Persipura dengan 1000 pemain melawan Persidafon dengan 10 pemain. Padahal sebuah pertandingan sepak bola tidaklah begitu. Ada ketentuan, setiap klub harus menurunkan berapa orang dan berapa pemain yang bisa diganti, dan peraturan lainnya. Ia menjadi tidak yakin karena ia tidak tahu. Orang-orang ini juga hidup dalam dua prinsip, mendoakan pemerintah NKRI, sekaligus mendoakan Papua Merdeka, karena orang-orangnya ada di dalam pemerintah NKRI sebagai Camat, Bupati, dsb, dan juga orang-orangnya yang lain ada berjuang untuk Papua Merdeka. Motto mereka ialah, "Serahkan semuanya kepada Tuhan! Tuhan akan berkarya!" Mereka bisa disebut kaum oportunis, tetapi tidak sepenuhnya oportunis. Mereka juga tidak ragu, tetapi mereka sebenarnya tidak sepenuhnya percaya.
5]. Orang Papua yakin dan percaya tetapi tidak berani Di atas yang cemas tapi ragu dan percaya tetapi tidak yakin, ada orang Papua yang punya phobia, yaitu 'takut mati'. Orang-orang Papua ini kebanyakan dibayangi oleh "trauma masa lalu", "memoria passionis" yang kejam dan mengerikan di tangan NKRI. Mereka sebenarnya mendukung Papua Merdeka tetapi mereka sendiri tidak berani mengambil langkah atau mereka tidak mau terlibat dalam perjuangan ini. Ada juga karena memiliki "phobia" tertentu yang didasarkan kepada pengalaman sebelumnya atau cerita yang didengarnya dikaitkan dengan bayangan-bayanngan yang akan muncul ketika Papua Merdeka. Mereka inilah yang biasanya katakan, "Iyo, yang lain berjuang dengan senjata, kita berjuang di dalam hati." Tetapi mereka juga tidak berdoa sebenarnya. Yang mereka katakan ialah "Saya takut kepada NKRI! Nanti mereka tumpas kami habis kalau kita melawan mereka!"
6]. Orang Papua yakin dan percaya dan berani tetapi tidak tahu bagaimana melangkah Ini golongan orang Papua terbanyak. Dan dari yang terbanyak itu, hampir semua pejuang Papua Merdeka masuk ke dalam kategori ini. Mereka yakin dan percaya bahwa Papua akan dan harus merdeka. Mereka rela berkorban. Mereka berani bertindak. Mereka mau mati saat ini juga. Tetapi, mereka sebenarnya "TIDAK TAHU BAGAIMANA MELANGKAH". Karena tidak tahu bagaimana melangkah, maka mereka menjadikan isu Papua Merdeka untuk kegiatan dan tujuan lain yang menurut mereka ialah demi Papua Merdeka. Tetapi apa dampaknya? Dampaknya justru mencelakakan dan menghalangi perjuangan Papua Merdeka. Akibatnya justru menciptakan faksi-faksi di dalam perjuangan Papua Merdeka. Akibatnya malahan menimbulkan kekacauan dalam mengarahkan perjuangan ini. Banyak tokoh yang muncul, banyak organisasi dibentuk, banyak Panglima diangkat, banyak kongres dilakukan, banyak pemerintah (presiden dan perdana menteri) diumumkan, banyak menteri, berhamburan kiri-kanan. Mereka melakukan semua ini dengan militansi yang tinggi, dengan hitung-hitungan nyawa sendiri, dengan resiko yang mereka tahu karena mereka berhadapan dengan NKRI dan militernya. Tetapi semua yang dilakukan yang dianggap sebagai langkah-langkah untuk Papua Merdeka itu justru merugikan perjuangan itu sendiri. *** Orang Papua jenis ini juga sering berganti baju. Misalnya hari ini dia pergi hadir di KRP III, 2011, besoknya dia hadir dalam bedah buku tentang West Papua di Jakarta, lusanya dia hadir dalam Kongres TPN/OPM III di Vanimo, PNG, berikutnya dia hadir lagi dalam Peresmian Bupati Lanji Jaya. Jadi mereka hadir di semua tempat, mencari tahu di mana sebenarnya yang benar. Orang-orang ini membuat banyak sekali bekas kakinya, sehingga mereka bisa disebut kelompok Bintang-14, kelompok WPNA, kelompok TPN/OPM, kelompok TPN.PB, kelompok PDP/DAP, kelompok Pegunungan Tengah, Kelompok Mamta, kelompok Merah-Putih, kelompok Biru-Putih, dan lainnya. *** Orang Papua yang tidak tahu melangkah ini kebanyakan bersandar kepada dua hal utama: #Pertama mereka bersandar kepada senjata. Mereka selalu mencari senjata, berbicara tentang senjata, bergerak cepat kalau ada yang jual senjata. Mereka mengira bahwa dengan senjata yang mereka beli itu mereka bisa pakai untuk basmikan orang Indonesia, TNI dan polri dari Bumi Cenderawasih. Yang #kedua, mereka bersandar kepada Tuhan. Mereka menekankan pertobatan total, penyembahan total kepada Tuhan, dengan meninggalkan semua perang-perang, tindak kekerasan, pembunuhan. Mereka bilang, "Bunuh satu orang Indonesia berarti kemerdekaan Papua tertunda 10 tahun, jadi jangan kita main bunuh". Banyak dana dihabiskan, banyak nyawa melayang, banyak waktu dan tenaga dihamburkan karena orang-orang Papua jenis ini selalu saja mencari jalan, masih berputar-putar mencari jalan, untuk mewujudkan cita-cita Papua Merdeka.
7]. Orang Papua Papindo Entah karena tidak percaya diri, cemas tapi ragu, yakin dan percaya tetapi tidak tahu jalan, apa apa, jenis orang Papindo dilatarbelakangi oleh sejumlah faktor, seperti disebutkan sebelumnya, tetapi pada pokohnya mereka ini mengelompokkan dirinya ke dalam kaum Papindo dengan alasan berikut: 7.1) Hanya karena dia perlu jabatan, nama besar, bukan nama besar di dalam NKRI, tetapi nama besar di daerahnya, jadi kalau Papua Merdeka tidak memberikan, maka dia merasa jalan terbaik saat ini buat dia ialah membela NKRI 7.2) Karena sebagian darah mereka berasal dari non-Papua, maka kalau Papua Merdeka justru dia dirugikan, maka dia membela NKRI, walaupun pada saat yang sama dia memaki-maki NKRI karena banyak hak asasi orang Papua dilanggar, yaitu termasuk hak asasinya sendiri. Dia terbelah dua dalam pikiran dan perasaannya, maka pantas dia bernama Papindo. 7.3) Karena beristerikan atau bersuamikan orang non-Papua maka mereka merasa bahwa kalau Papua Merdeka nantinya bini/ lakinya terpisah dari dirinya, maka lebih baik mendukung NKRI, walaupun pada waktu-waktu tertentu dia memarahi pasangan hidupnya bahwa negara/ bangsanya melanggar HAM suku-bangsanya di Tanah Papua. 7.4) Karena mereka merasa kalau Papua Merdeka nanti mereka sendiri akan dihabisi (ini terutama para keturunan pejuang Pepera dan pejuang Merah-Putih). Aliran perjuangan Papua Tanah Damai dan aliran orang Papindo terutama muncul karena ada rasa takut yang besar terhadap orang Papua dari Pegunungan Tengah. Ada yang bilang, "Aduh, jangan kasih senjata kepada teman-teman dari gunung sudah, nanti mereka pakai bunuh dong pu orang sendiri." Ada juga yang bilang, "Kalau nanti merdeka, jangan orang-orang gunung pegang senjata boleh!" Makanya muncul ide-ide Papua Tanah Damai supaya kemerdekaan itu turun dari langit tanpa pertumpahan darah. 7.5) Ada kaum Papindo yang hanya sebatas Oportunis. Mereka hanya dalam rangka cari makan, tidak ada kepentingan menentang atau mendukung pihak manapun. Sepanjang mereka bisa dapat makan dan menjadi kaya dari posisi itu, mereka optimalkan dan mereka garap itu sampai habis-habisan, sampai menjadi kaya tanggung, menjadi mewah tanggung. NKRI tahu tetapi NKRI juga perlu orang tanggung seperti ini. Pejuang Papua Merdeka sama sekali bukan konsumen sampah seperti ini sehingga sering menentang kaum Papindo, bukan karena mereka membenci orangnya tetapi karena menolak kelakuan bunglon seperti itu. 7.6) Orang pensiunan, sekedar mencari makan sebelum ke liang kubur. Jadi, ada orang Papua yang waktu mudanya menjadi pejuang Papua Merdeka, tetapi karena dia harus mengakhiri hidupnya ke alam baka, maka dia merasa bukan waktunya buat dia untuk berteriak Papua Merdeka lagi. Jalan satu-satunya agar dia kembali ke kampung halamannya dan dikuburkan di tanah leluhurnya ialah menyatakan mendukung NKRI. *** Selain tujuh jenis di atas, berikut dua jenis orang Papua yang disebabkan terutama oleh indoktrinasi pihak-pihak asing yang menikmati hasilbumi Papua selama Papua berada di dalam NKRI, yang merupakan pembelokan arti dan makna Kitab Sucidan doktrin sebenarnya dari agama modern yang ada di Tanah Papua. Sebenarnya ada sejumlah alasan mengapa mereka mengatakan perjuangan Papua Merdeka itu tidak sesuai dengan ajaran doktrin agama mereka. Pertama dan terutama, menurut pengetahuan real, para tokoh agama itu punya sentimen pribadi terhadap para tokoh perjuangan Papua Merdeka. Sentimen pribadi itu dialaskan dengan ajaran agamanya, pada saat yang sama dia sebagai tokoh agama, maka pendapat sentimentil yang tidak ada hubungannya dengan agama itu menjadi ajaran agama. Kedua karena kebanyakan pejuang Papua Merdeka dianggap terlibat dalam berbagai jenis dan tingkatan kasus asusila dan tidak sepenuhnya menjalankan dogma agama yang dianut di kampung-halamannya. Misalnya dia tidak pernah beribadah di gereja atau ibadah keluarga. Para aktivis Papua Merdeka juga dianggap sebagai pembangkang dan penentang tatanan mapan yang sudah ada. Dalam jiwa para pejuang ada "jiwa pembereontakan", yaitu pemberontakan terhadap yang telah ada selama ini. Sehingga mereka menganggap isu yang didukung para orang "Kristen" atau "Islam" itu tidak pantas didukung oleh orang Kristen atau orang Islam.
8]. Orang Papua merasa perjuangan Papua Merdeka menentang Pemerintah Ada sejumlah alasan yang sering mereka kemukakan dengan mencap perjuangan Papua Merdeka sebagai tindakan menentang pemerintah. 8.1) Karena pemberontakan terhadap pemerintah NKRI artinya perlawanan terhadap kemapanan; sehingga mereka yang suka atau menikmati kemapanan itu ikut terusik;
 8.2) Karena dia sebenarnya tidak paham arti ayat atau pasal Kitab Suci yang mengajarkan tentang ketaatan kepada Pemerintah dimaksud. Bagaimana kalau nantinya West Papua memiliki pemerintah sendiri, apakah mereka akan mengatakan kita harus tunduk kepada pemerintah NKRI dan bukan kepada pemerintah West Papua? Apa yang mereka katakan tentang pemerintah Timor Leste yang jelas-jelas telah menentang pemerintah NKRI dan membentuk pemerintahannya sendiri?
9]. Politik "Papua Merdeka" merupakan Wujud Dosa (atau Ikut Papua Merdeka berarti Berdosa) Banyak penginjil, pemimpin atau pejabat gereja, gembala sidang, khsusunya di Pegunungan Tengah Papua dipecat (disiasat) karena mendukung Papua Merdeka dengan dalil bahwa mereka berpolitik, maka itu dosa. Jadi, siapa saja yang terlibat di dalam perjuangan Papua Merdeka dianggap sebagai tindakan "dosa". Padahal pada waktu yang sama mereka mendoakan sang Presiden, Gubernur, Bupati, dan Camat. Mereka juga datang ke kantor-kantor pemerintah NKRI membicarakan Pilkada dan Pemilukada. Mereka menerima uang dari pemerintah untuk meloloskan bakal calon tertentu atau memenangkan partai politik NKRI tertentu. ***

10]. Orang Papua yang Tahu, Yakin, Percaya, Berani dan Berpendirian Teguh Orang ini dia: 10.1) Yakin dan Percaya Papua pasti dan harus merdeka; 10.2) Berani mengambil langkah dan tindakan yang punya resiko sampai mengancam nyawanya sekalipun. 10.3) Berpegang teguh kepada pendiriannya, tidak mudah dibujuk dengan jabatan, duit, perempuan atau kejayaan apapun selain kemerdekaan bangsa dan tanah airnya. Biarpun nantinya orang Papua menjadi melarat dan menderita setelah Papua Merdeka, bukan itu yang dicarinya. Yang dicarinya bukan kekayaan, bukan kemewahan, bukan kemakmuran, tetapi hanya satu: kemerdekaan, kedaulatan, terlepas dari belenggu penjajahan negara dan bangsa asing. 10.4) Di atas semuanya, "DIA TAHU" Dia tahu mengapa Papua harus merdeka, Dia tahu mengapa Papua pasti merdeka, dan di atasnya, Dia tahu bagaimana mencapai kemerdekaan itu. Oleh karena itu pendiriannya, langkahnya, sikapnya dan perjuangannya tidak tergoyahkan oleh tawaran dialogue, tawaran Otsus, tawaran kedudukan di dalam pemerintahan NKRI, atau apapun. Dia bersiteguh, "Papua Merdeka Harga Mati!" Siapakah Anda? Mengapa Anda menjadi seperti siapa Anda sekarang? Adakah peluang untuk Anda berubah Mendukung Papua Merdeka seperti George Junus Aditjondro? Kalau George Junus Aditjondro jelas-jelas merupakan orang jenis ke-10 tadi. Dia tahu mengapa Papua harus dan pasti merdeka, dan dia tahu bagaimana mencapai kemerdekaan itu. Dia tidak ada di ruang mencari-cari, mengira-ngira, mencoba-coba, meraba-raba. Dia ada di barisan kepastian. Kepastian itu bahwa Papua Pasti Merdeka, karena Papua Harus Merdeka. Catatan: "Tulisan ini awalnya dipostingan oleh Admin Papua Merdeka News (PMNews) di Papua Post Edisi: 04 November 2011 lalu, kemudian diposting ulang oleh ERIK WALELA di akun Facebook'nya (18/03/2018)". Tentang PMNews (Papua Post): Media Papua Merdeka News dengan alamat Webnya http://papuapost.com yang disingkat PMNews ini telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Republik Indonesia pada bulan Desember 2014 lalu, dengan tuduhan "papuapost.com memprovokasi agar Papua melepaskan diri dari Indonesia". Pemblokiran yang sama juga terus dilakukan. Pada tahun 2017, beberapa situs resmi Papua Merdeka dan situs Petisi online West Papua 'pun telah diblokir secara resmi oleh Kominfo. Berikut ini beberapa situs yang diblokir pada tahun 2017 tersebut: www.ulmwp.org - Website resmi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) www.ilwp.org - Website resmi Pengacara Internasional untuk West Papua (ILWP) www.ipwp.org - Website resmi Parlement Internasional untuk West Papua (IPWP) www.freewestpapua.org - Website resmi Kampanye Papua Merdeka www.bennywenda.org - Website resmi Pemimpin Kemerdekaan West Papua, Mr. Benny Wenda www.infopapua.org - Website resmi Media Infromasi Papua Merdeka www.ampnews.org - Website resmi Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) (I). SOLUSI UMUM: Untuk kembali dapat mengakses Website / situs http://papuapost.com dan beberapa situs yang telah diblokir tersebut, silahkan ikuti langkah-langkah pada TUTORIAL yang telah dibuat oleh Tabloid WANI untuk menakses Petisi online berikut ini: Inilah cara buka LINK Situs (Website Papua Merdeka) yang Diblokir Indonesia (II). SOLUSI KHUSUS PMNews (http://papuapost.com) Selain solusi cara akses situs Papua Merdeka yang diblokir melalui tutorial diatas, khusus untuk Media PMNews (http://papuapost.com) punya solusi lainnya, yaitu: Anda bisa akses http://papuapost.com melalui alamat subdomain Wordpress. Untuk mengaksesnya, di akhir domain http://papuapost.com, anda tinggal menambahkan "titik dan dilanjutkan dengan kata Wordpress", jadinya, alamat Web akan seperti ini: http://papuapost.wordpress.com. Konten yang ada di http://papuapost.wordpress.com, sebagian besar SAMA dengan konten yang ada di PMNews (http://papuapost.com), yang membedakan hanya alamat situsnya saja.

Sumber: Papuapost

West Papua Foto Facebook 

Terasa panas campur dingin, hidup dalam Indonesia tetapi tak percaya, dan bertanya apa benar kami adalah warga negara Indonesia? apa yang dipikirkan orang Papua hingga orang Papua itu tidak pernah rasa memiliki Indonesia adalah bagian dari negara yang patut dicintai, namun orang Papua memiliki perasaan lain, “kapan bisa berdiri sendiri memiliki negara (West Papua)” itulah yang ada benak orang Papua.
Yang tidak termasuk Orang Asli Papua (OAP) memiliki pandangan atau ideologi bahwa Papua itu Indonesia, tetapi tidak untuk orang Papua. Orang Papua sebenarnya hidup bagaikan didalam goa, tersesat, selalu berusaha keluar dari sebuah ikatan ideologi Indonesia, sistem Indonesia. Dikarenakan permasalahnya adalah orang Papua mempunyai sejarah yang tidak dapat Indonesia merubah atau menghapusnya. Itulah alasan Papua itu Indonesia secara pemaksaan belaka bukan dari kehendak Orang Asli Papua.
Istilah-istilah orang Papua, yang dimaksud Papua itu Indonesia
 
Harapan dan ideologi Papua merdeka selalu ada di turun temurun. 

Papua itu Indonesia yang hanya senang melihat kami menangis di tanah sendiri, tak ada tawa untuk kami di masa depan jika terus Papua itu Indonesia. Papua itu Indonesia yang hanya ada rumah kami tetap sama, jalan kami tetap sama, kami selalu kegelapan di malam hari, kami makan yang sudah ada dari alam, bukan olahan bantuan minyak tanah, kompor gas, atau alat bantu lainnya.
Papua itu Indonesia benar-benar membuat kami takut, benar-benar jadi Indonesianisasi , orang asli Papua tinggal cerita dan nama di masa depan.
Papua itu Indonesia yang akrab dengan rumah sakit tak sehat dan mencurigakan, banyak penyakit misteri, HIV/AIDS yang ganas itu seolah hanya menyukai Orang Asli Papua, kecelakaan, penculikan hanya boleh terjadi pada OAP.
Papua itu Indonesia maka tidak boleh ada demonstrasi, tidak boleh ada aktivis kritikus, tidak boleh ada kegiatan gerakan, tidak boleh ada anak Papua sekolah dengan fasilitas yang memadai dan berpendapat, anak Papua boleh hanya ikuti Papua itu Indonesia.
Orang asli Papua tidak boleh begini dan begitu karena Papua itu Indonesia, jika tidak maka ancaman ada di depan mata, kehancuran menunggu.
Kami tahu Papua itu Indonesia karena kekayaan alam kami, alam kaya yang sudah dianuhgrahi oleh Tuhan sesuai ciptaa-Nya , manusianya tidak termasuk Papua itu Indonesia.
Kami tahu yang kamu maksud Papua itu Indonesia, tetapi kami tidak pernah merasa Indonesia itu Papua. Garis ideologi kami tak dapat Anda mengindonesiakan kami.
Selalu begitu dan fakta, nama boleh Papua itu Indonesia, tetapi hati dan darah daging kami tak dapat kamu menginsdonesiakan, hati kami ada untuk West Papua yang bebas, bisa dihargai oleh dunia dan bernegara sendiri.
Papua itu Indonesia yang artinya “Tidak Ada Masa Depan Di Bawah Indonesia” (Oktavianus Motte).
Bukan karena Istilah-istilah atau ideologi diatas, namun secara geografis, sejarah dan perbedaan juga menunjukan faktor orang Papua tidak merasa benar-benar bagian dari Indonesia. 

Terkait :
  v  Artikel
  v  West Papua
  v  Orang Asli Papua
Sumber: Tabloid WANI

  






Ilustrasi foto. Sumber: http://naworlano.com 


Bukan karena mengapa, namun rasa keheranan yang menimpahku untuk berpikir panjang sesampai setengah tidur tadi, lihat realita ideologi kita sendiri bagi akar rumput di tanah surga Papua ini. Berdasarkan kenyataan hidup di Papua yang pro dan kontra, oleh sebabnya saya berpikir untuk sedikit mengores disini, di  NL Community.
Manusia dan tanah bagaikan ibu dan anak, tak dapat terpisahkan, dan semua orang pada tahu itu. Makanya, demi masa depan orang Papua dan generasi Papua, entah siapa saja, non Papua maupun orang Asli Papua (OAP), perlu memahami seksama fakta dari keadaan terkini, yang orang asli Papua semakin sedikit dan semakin tersingkir ke pinggiran kota, dan ini harus diakui, karenanya, perlu harus diketahui bahwa ini yang akan terjadi ketika Anda jual tanah hanya demi materi sesaat. Belajarlah dari Kota-kota besar dan orang-orang yang sudah tersesat ke pinggiran kota. Yang tersingkir berpikir dipinggirkan, tetapi tak sadar itu adalah kesalahan sendiri, seharunya salahkan diri bukan salah siapa. Ini 5 Alasan kenapa orang Papua tidak boleh jual tanah.
1. Kamu akan tersingkir ke pinggiran Kota bahkan bisa saja tidak punya tanah

 
Masa kini di Papua masih seperti ini dalam Indonesia – Yahukimo Papua 


Senang rasanya ketika menjual tanah untuk kebutuhan, namun perlu berpikir lagi untuk menjual tanah di kemudian hari, apakah punya cadangan tanah lainnya di kampung lain atau tempat orang lain? Tentu itu bukan lagi hak Anda. Sebelum menjual tanah dulunya Anda adalah pemilik tanah di pusat kota, setelah menjual tanah, Anda bukan lagi berasal atau pemilik dari tanahmu sendiri, yang akhirnya anda menjadi orang pinggiran, menumpang atau menjadi penyewa setia pada rumah orang lain, dan itu adalah kesalahan sendiri. Juga menguntungkan kepada orang yang Anda keluhkan kenapa mereka semakin banyak.
2. Jual tanah merugikan generasi, mereka tidak lagi punya hak dan tempat mencari makan
  
Kamu tidak harus pergi kemana,papua adalah rumahmu (Foto Etnik)


Jika masa kita adalah bahagia, Apakah masa depan anak cucu kita juga bahagia? Perlu kita sadar untuk anak cucu, lebih baik generasi berikutnya yang bahagia dari pada kita kini yang bahagia, demi anak cucu jangan jual tanah agar mereka punya tempat untuk mencari makan dan memiliki hak diatas tanahnya sendiri dimasa depan, masa depan yang cerah. Jangan menguntungkan orang yang selalu kamu keluhkan kenapa mereka ada di tempatmu yang seharusnya punya generasimu.
3. Sewahkan tanah jangan menjual, masa depan masih terus akan ada untuk yang belum ada di masa kita
  Sewakan tanah dengan ketentuan kontrak – Foto Facebook


Supaya orang Papua dibilang sangat baik atau bagaimana? Penulis sendiri sebenarnya hanya salahkan yang punya tanah, kenapa mereka tidak sewakan saja tanahnya kepada pengusaha atau pendatang yang datang di Papua. Banyak orang Papua mengeluh jikalau pendatang atau alias non Papua semakin banyak, dan merasa tersingkirkan ditanahnya sendiri, sebenarnya itu adalah kesalahan orang Papua sendiri, sewakan tanahmu dengan perjanjian masa kontrak, dan itu juga akan menguntungkan Anda menjadi sumber pencarian dan akan terus ada untuk generasimu.
4. Orang Papua bilang mau merdeka, kami semakin sedikit lalu kenapa mau menjual tanah?
  
Orang Papua ingin merdeka – Foto Erik Walela Facebook 


Kamu sudah tahu menjual tanah hanya menguntungkan atau mendatangkan orang non Papua, tetapi, kamu juga bilang “Ah tidak bicara Papua Merdeka saja, cape deh, karena hidup itu harus makan saya terpaksa melakukanya, saya tidak peduli yang penting saya mendapatkan uang banyak emang gue mikirin, Ah urusan elu emang Papua kapan merdekanya, serahkan saja pada Tuhan dan berdoa sajalah moga Papua baik-baik saja de” Hmm… mungkin kamu sebagian yang sudah di Jawanisasi atau dicuci otak kali.
Pertanyaanya, kenapa Ingin berpisah dari Indonesia (Merdeka), kenapa kamu mengeluh orang Papua akan habis beberapa tahun lagi, apa itu hanya kata segelintir orang? Jika kamu masih berpikir seperti perkataan diatas dalam tanda petik itu, atau perkataan yang lainnya? Jawablah sendiri sobat, sekarang siapa yang salah?
5. Tanah Papua itu luas, kaya dan penduduknya sedikit, sebabnya non Papua terus datang berlomba-lomba
  
 
Generasi yang lagi menunggu harapan masa depan yang baik – Foto Facebook  

Seperti kata Farhat Abbas di pekan lalu, bukan untuk membantu, jika dilihat dari kenyataan di Papua, minimnya pendidikan yang kurang baik, kematian OAP meningkat, Kesehatan dan pengobatan kurang menguntugkan, banyak pengusaha dll. dan itu membuktikan mereka mencari kekayaan dan kelangsungan hidup yang baik ditanah Papua (Harta, Kebahagiaan, Keberuntungan, Kekuasaan, Dll.) seperti air yang sedang mengalir tanpa hentinya, walaupun orang asli Papua melarang transmigrasi dan lainnya, orang Papua tidak akan bisa menghentikan air yang deras, air yang deras yang pasti sudah mulus jalanya. Hanya ada kembali pada kesadaran bagaimana…? Pasti Anda memahaminya.
Akupun sadar, artikel ini sedikit tidak bisa diterima bagi yang lain, karena yang lain itu bukanlah yang merasakan, tetapi bagi OAP terasa sangat berbedah, merasa hidup tidak adil ditanah sendiri. Seperti penulisan artikel lainnya seperti“ Ke Dan Dari Papua: Datang Tanpa Benih Pulang Dengan Sejuta Harga”.
Walaupun kasar dan dengan bahasa yang sederhana, seperti itulah keaslian kita sebenarnya, tidak ada manusia yang selalu barbaik hati, atau juga biasanya pura-pura baik, sama saja semua pada omong kosong, yang baiknya perlu dipetik saja, lalu yang tidak ya buanglah.




Terkait :
  v  Artikel
  v  Orang Asli Papua
  v  Papua Kedepan
  


Sumber: naworlano.com






Yogotak hubuluk Hanorogo  


WAMENA – Selain memiliki kekayaan alam yang mempesona, Papua juga kaya akan budaya dan bahasa di setiap daerahnya. Ada lebih dari 300 bahasa yang tersebar dari penjuru Sorong hingga Merauke di ujung timur.
Jumlah tersebut bukan berarti Papua memiliki 300 kabupaten, namun memang di setiap masing-masing kampung dari suatu daerah terdapat perbedaan bahasa dengan kampung di “sebelahnya”. Perbedaan ini pun cukup relatif, ada beberapa pengucapan yang sedikit mirip, meski tetap terhitung berbeda, hingga perbedaan bahasa yang tidak memiliki kemiripan sama skali.
Ada beberapa pemerintah daerah di Papua yang memanfaatkan bahasa daerah untuk menuliskan motto mereka. Selain menunjukan harapan dan cita-cita lewat motto tersebut, penggunaan bahasa daerah juga bisa menjadi identitas daerah yang membedakan satu daerah dengan daerah lainnya.

  
Berikut lima motto daerah di Papua yang dituliskan dengan bahasa daerah sendiri :
Yogotak Hubuluk Mutuk Hanorogo
Ini merupakan motto dari Pemerintah Kabupaten Jayawijaya. Yogotak Hubuluk Mutuk Hanorogo memiliki arti Hari Esok Harus Lebih Baik Dari Hari Ini. Sederhana memang, namun motto ini cukup mewakili kehidupan di Kabupaten Jayawijaya secara umum wilayah pegunungan Papua yang ingin terus berkembang dari waktu ke waktu, entah itu di bidang pendidikan, kesehatan, atau berkembang secara sumber daya manusianya.
Izakod Bekai Izakod Kai
Motto berikutnya datang dari Merauke, Izakod Bekai Izakod Kai. Arti dari empat kata ini adalah Satu Hati Satu Tujuan. Sewaktu masa penjajahan, para tentara Belanda menelusuri Sungai Maro hingga akhirnya bertemu Suku Marind (suku asli Merauke). Suku Marind lalu menjelaskan nama Sungai Maro ke tentara Belanda dengan sebutan Maro-Ka-Ahe (ini sungai maro) yang akhirnya menjadi nama Merauke saat ini.
Untuk mengenang peristiwa datangnya bangsa asing yang turut membangun Merauke kala itu, dibangun sebuah tugu yang di atasnya terdapat replika Suku Marind bersama seorang pendatang sedang bersama-sama memegang sebuah hati, sebagai gambaran Satu Hati Satu Tujuan.
Khena Mbay Umbay
Penggunaan bahasa daerah dalam menuliskan motto juga dipakai Pemerintah Kabupaten Jayapura dengan slogan Khena Mbay Umbay, yang memiliki arti Satu Utuh Ceria Berkarya Meraih Kejayaan. Pemkab Jayapura terus menekankan kepada semua instansi-instansi di bawahnya agar selalu bersatu untuk membangun kabupaten yang beribukota di Sentani itu.

Saat ini pembangunan di Sentani sudah sangat pesat dan terus dilirik para investor seperti pembangunan hotel berbintang hingga pembukaan pusat perbelanjaan. Perekonomian masyarakat juga terus meningkat dari waktu ke waktu, yang mungkin merupakan bagian dari Khena Mbay Umbay milik Pemkab Jayapura.
Eme Neme Yauware
Bergeser sedikit ke Barat, tepatnya di Kabupaten Mimika. Kabupaten ini memiliki motto Eme Neme Yauware yang berarti Bersama, Bersaudara Kita Membangun. Kabupaten Mimika didiami banyak suku dengan sejarah panjang perang antar kampung yang menewaskan banyak jiwa.
Untuk itu di awal tahun 2000-an dikampanyekan motto Eme Neme Yauware yang ingin menjelaskan kepada warga semua kampung di Mimika bahwa mereka adalah saudara, dan harus bersama-sama membangun Kabupaten Mimika.
Hen Tehaci Yo Onomi T’mar Ni Hanased
Motto terakhir datang dari Kota Jayapura dengan sebutan Hen Tehaci Yo Onomi T’mar Ni Hanased atau dalam bahasa Indonesia-nya adalahSatu Hati Membangun Kota Untuk Kemuliaan Tuhan. Motto ini belum lama digunakan karena baru ada pada pertengahan tahun 2013 lalu.
Menurut Walikota Jayapura Benhur Tommy Mano (BTM), selaku penggagas motto tersebut, Hen Tehaci Yo Onomi T’mar Ni Hanased diambil dari penggabungan bahasa beberapa kampung di Port Numbay (Jayapura). BTM yang merupakan putra asli Port Numbay menjelaskan dirinya ingin mengangkat kearifan lokal ke dalam pemerintahan Kota Jayapura yang tidak pernah ada di pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.

Terkait :
  v  ARTIKEL
  v  BERITA
  v  GAYA HIDUP
  v  SOSIAL & BUDAYA
  v  UNIK & ANEH

  

Sumber : harianpapua