Inilah Group Band Asal Papua yang Populerkan Reggae di Indonesia
Reggae Night di Ancol mungkin cikal bakal pertama kali musik reggae dipopulerkan di Indonesia sejak 1988-1999 an sebab setiap tiga bulan sekali Airmood, Abresso dan Delta Lima-lima meramaikan musik irama Reggae di Ancol Jakarta.
Saat itu memang musik
reggae masih asing di telinga orang-orang Indonesia sehingga pengunjung di
Ancol saat Reggae Night hanya disaksikan oleh warga Papua dan
simpatisan musik Reggae. Begitulah sekelumit kisah perjalanan musik Reggae yang
dikomandoi Ian Gebze bersama Kasuari Enterprise di Jakarta.
Grup Band Airmood muncul di
era 1980 an setelah hijrahnya Black Brothers ke luar negeri. Grup musik ini
beranggotakan Ian Ch Gebze pada posisi melody and lead guitar, mendiang
Akon Merdy Bonay pada bass, Ian Dicky Mamoribo keyboard, mendiang Coca
pada drumserta William Rumbewas dan Becheq Muabuay pada vocal.
Sebelum masuk studio
rekaman, sekitar 1981 Airmood Band melakukan test masuk ke TVRI untuk
mengisi acara dalam Aneka Ria musik, sekaligus promosi grup band. Berbekal
peralatan band sederhana dan seadanya, Ian Gebze dan kawan-kawan meminjam alat
musik milik anak-anak muda dari Kompleks Bank Indonesia di Pasar Minggu menuju
Studio TVRI di Senayan, Jakarta.
Sesampai di Studio TVRI,
langsung mengikuti test dan kebetulan Christ Pattikawa salah satu artis dan
musisi senior Indonesia yang menguji kemahiran musik dan vokal. Mulai dari
peralatan band sebenarnya tak layak. Beruntung vokalis dan bass Airmood Band,
Akon Merdi Bonay menjadi salah satu poin tertinggi sehingga mereka layak masuk
dalam siaran musik TVRI.
“Dengan peralatan sederhana
dan saya nilai Airmood Band pantas masuk dalam siaran TVRI,” kata Christ
Pattikawa waktu itu.
Akhirnya usai rekaman,
beberapa kali Airmood Band tampil dalam acara musik di TVRI.
Meski tak setenar The Black Brother, pengamat musik Denny Sabri dari Majalah Aktuil saat itu menyebut mereka sebagai musisi Papua beraliran musik seperti ‘Grup musik Kansas.’
Meski tak setenar The Black Brother, pengamat musik Denny Sabri dari Majalah Aktuil saat itu menyebut mereka sebagai musisi Papua beraliran musik seperti ‘Grup musik Kansas.’
Padahal karakter musisi
Airmood Band sendiri bisa dilihat dari Ian Gebze yang beraliran rock dan sangat
berpengaruh dengan gaya musisi Fariz. Akon Bonay lebih dekat dengan Black
Music, Reggae, Jazz and Blues. Sedangkan Ian Dicky Mamoribo senang dengan grup
band asal Swedia, Abba. Sementara Chick Muabuay dan Willy cenderung
ke slow rock. Tak heran jika lagu berjudul Unlike Women karya Chick
Muabuay sangat kental dengan aliran slow rock.
Group ini mulai masuk
rekaman pada 1981 dengan lagu-lagu berjudul Gaya Intermesso, Pasrah Ombak
Putih, dan Tiket Bis Malam. Salah satu syair lagu ciptaan Dicky Mamoribo
berjudul Masuk Putih Keluar Hitam sangat kental dengan kritik sosial. Antara
lain, karena satu yang korban seribu. Masuk putih keluar hitam. Buat
rencana yang keluar bencana.
Lagu
Masuk Putih Keluar Hitam ini akhirnya menjadi hits pada Volume Kedua Airmood
Band pada 1983-1984. “Dalam prestasi bikin reputasi. Buat rencana jadinya
bencana. Masuk putih keluar hitam.” Begitulah salah satu lagu yang
diciptakan Dicky Mamoribo Group Band Airmood. Ciri khas dari Airmood adalah
setiap volume selalu ada lagu berbahasa Inggris. Misalnya pada volume pertama
berjudul Unlike Women yang ditulis Beachick Muabuay dan musik Akon
Bonay. Juga dalam volume kedua berjudul The Man Come Upon the Town.
Selain masuk dapur rekaman,
grup musik Airmood Band juga melakukan show di Jakarta dan juga pernah di
Stadion Siliwangi Bandung. Hanya saja mereka belum pernah tampil di Istora
Senayan sebagaimana Black Brother di era 1976 dengan lagu Soldier
Fortune milik Deep Purple. Chiq Muabuay mengatakan selama show di
Jakarta mereka pernah bersama Goodbless dan Ahmad Albar, termasuk SAS dari
Surabaya.
Sayangnya Airmood Band memproduksi album mereka hanya dua
buah album dan selanjutnya lebih banyak terlibat dengan beberapa musisi asal
Papua. Bersama Sandy Betay. Robby Wambrauw dan mendiang Boyce Pattipelohy,
mereka tergabung dalam grup bernama Abresso dan mereka memproduksi lagu-lagu
irama Reggae dan lagu daerah Papua. Bahkan Akon, Robby Wambrauw dan Dicky
Mamoribo ikut pula mendukung grup Rio Grime dalam aransemen musik rekaman
lagu-lagu daerah.
Ian
Gebze, gitaris Airmood Band membuat perusahaan bernama Kasuari Enterprise yang
merintis pertunjukan Reggae Night di Ancol sejak 1988-1990 an. Ian
Gebze bekerja sama dengan manajemen Taman Ria Ancol serta sponsor Gudang Garam.
Setiap tiga bulan sekali dipentaskan Raggae Night di Ancol. Tampil
pula Group Band Delta Lima-lima berisikan grup anak-anak muda Papua di Jakarta
yang juga beraliran Reggae dan Rock. Saat itu musik Reggae belum sepopuler
sekarang di tanah air, termasuk Jakarta.
The Black Company salah
satu grup gabungan antara Abresso dan Airmood serta beberapa kali tampil juga
di Raggae Night Ancol. Salah satu cikal bakal bangkitnya musik reggae
di Jakarta dan beberapa kali musisi Papua ini show.
Pada 1997 tokoh Papua,
Yorris Raweyai memprakarsi grup band asal Papua bernama Abresso Band untuk
mengisi acara di Pulau Christmast selama beberapa tahun. Mereka juga mengisi
acara misi kebudayaan di Papua New Guinea.
Selanjutnya Grup Airmood
Band mulai berkolaborasi dengan musisi Papua dan salah seorang vokalis asal
Jamaica bernama Jimmy Ignatio. Karena bergabung dengan anak-anak Papua, Jimmy
asal Jamaica ini diberi marga Radongkir. Jadi kalau sedang show, Ia diperkenalkan
dengan nama Jimmy Radongkir.
Abreso sendiri berasal dari
bahasa suku Atham atau Arfak, Manokwari, Papua yang berarti Salam. Dalam
perjalanan karir, grup ini ternyata mendapat begitu banyak apresiasi dari
komunitas musik tanah air mau pun di hati masyarakat Papua khususnya, karena
mampu mewakili seni budaya Papua dalam setiap penampilannya.
Bergabungnya Jimmy Ignatio
Randongkir menambah nuansa lagu berirama Raggae yang semakin marak dan memakai
nama Asian Root. Mereka show keliling Pulau Jawa untuk mempopulerkan musik
beraliran Reggae yang saat itu belum begitu populer di telinga orang-orang
Indonesia. Saat ini musik Reggae sudah tak asing lagi di telinga orang
Indonesia. Musik reggae terus bergema seirama lautan Karibia dan Pasifik di
Tanah Papua dan di penjuru Indonesia.
Artikel ini sebelumnya
telah dimuat pada blog pribadinya, Rastamania Papua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar