Patung Kepala Suku Marind Di Pintu Masuk Istana Di Holland Belanda Tahun 1940
Ilustrasi
Orang Marind dalam cerita
legenda Suku Muyu”Kat’ti” mereka adalah turunan terakhir dari bangsa Manusia di
Tanah Papua. Mereka mayoritas mendiami bumi Anim Ha, mulai dari arah timur
kampung Kondo hingga ara utara Kali Digoel di luar pulau Fredrik Hendrik” Kimaam
sekarang”
Mereka memiliki ciri badan
tinggi berkisar antara 10-2 meter dengan kulit ada yang putih dan Hitam, hidung
mereka mayoritas panjang. Untuk membedakan orang Marind dan Suku lain di Tanah
Papua Drs. Johanes Gluba Gebze selalu mengatakan, Busur dan anak panah orang
Marind lebih besar dari semua Suku di Papua, dan busur orang Marind dibuat Dari
bambu bukan dari kayu untuk menggambarkan bahwa mereka unik dan memiliki tenaga
yang kuat dan luar biasa bak raksasa.
Bila kita hubungkan
pernyatan Jhon Gluba dengan sejarah penjajahan terjadi di Bumi Animha,
Pernyataan Jhon ini mengandung makna, bagaimana para Penjajah Belanda bisa
mengalakan para raksasa – raksa dari Selatan Papua ini? Mungkin itu yang perlu
di ketahui publik.
Dari sejarah Kota Merauke yang
di tulis oleh para Misionaris yang datang berboncengan dengan para penjajah di
antarana pencari bulu burung yang indah untuk perhiasan di Kerajaan dan
kelompok ekspansi wilayah, untuk mengalakan orang Marind mereka menggunakan
pengetahuan perang Modern.
Dimana mereka para Penjajah ini bukan saja menggunakan strategi perang terbuka,tetapi mereka juga perang dengan pengembangan pengetahuan dan penelitian untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan orang Marind agar di eksploitasi mereka dalam perang sesungguhnya.
Dimana mereka para Penjajah ini bukan saja menggunakan strategi perang terbuka,tetapi mereka juga perang dengan pengembangan pengetahuan dan penelitian untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan orang Marind agar di eksploitasi mereka dalam perang sesungguhnya.
Tahun 1902, Manusia Marind
(Anem) yang saat itu distigma sebagai suku “Mengayau” telah melakukan
perlawanan kepada orang Belanda dan Misionaris Katholik yang datang bertemu
mereka di pemukiman mereka “Yelmasu”. Perlawanan orang Marind ini di lakukan
karena semua burung yang indah, tempat – tempat keramat “pamali” menurut Adat
dan kebiasaan hidup orang Marind di masuki orang para pendatang ini, sehingga
kehadiran mereka ini di anggap akan menganggu nilai – nilai sakral orang Marind.
Melihat ekploitasi terhadap
wilayah mereka yang terus dilakukan oleh para penjajah Belanda tanpa dengan
memasuki daerah yang sakral, ada orang yang protes tindakan mereka agar tidak
terulang,namun mereka di tangkap dan siksa bahkan di bunuh. Melihat itu orang
Marind melakukan perlawanan kepada Penjajah yang baru datang ini, termasuk
Misionaris sehingga banyak pendatang menjadi korban.
Banyaknya Korban terhadap
orang pendatang ini membuat belanda marah besar dan mereka berencana membuat
pemetaan wilayah secara Militer untuk melumpuhkan perlawanan orang Marind.
Awalnya mereka mendatangkan para peneliti handal yang di nyusupkan melalui
gereja untuk melakukan penelitian untuk mengetahui kekuatan, kelebihan dan
kekurangan orang Marind agar di eksploitasi dalam perang.
Sekitar 1 tahun para ahli
ini melakukan Penelitian, hasilnya Belanda telah mengetahui kelebihan dan
kekurangan orang Marind sehingga berdasarkan itu Belanda mulai melakukan
pemetaan wilayah perang dan melakukan perang dengan cara Belanda melepaskan
sebuah virus yang bernama “Virus Spanyol” .Dan Virus ini di lepaskan melalui
tiupan arah angin di dekat wilayah pemukiman orang Marind. Dampak dari serangan
Virus ini mengakibatkan seperempat(1/4) orang Marind mati berturut – turut.
Virus ini akan terjangkit pada orang Marind saat mereka berhubungan badan
dengan perempuan.
Perang Tradisional yang
dilancarkan orang Marind kepada Belanda di balas Belanda dengan dengan
menggunakan Virus yang di kembangkan dari bahan – bahan kimia oleh para ahli
dan di lepaskan mereka melalui angin dan tidak di lihat manusia.
Menjelang tahun 1912 setiap
perkampungan orang Marind tinggal 6 sampai 7 keluarga saja akibat Virus yang
mulai di temukan obatnya Tahun 1920 ini. Banyak orang Marind beranggapan bahwa
penyakit itu lahir dari kutukan tuan tanah yang hidup di dalam rawa – rawa dan
sungai “Dema – dema”` karena orang pendatang menghancurkan roh serta tempat
keramat “pemali” mereka. Dan untuk menyikapi situasi ini, semua kepala suku
Marind bersepakat untuk melakukan perlawanan menghabisi para penjajah.
Mendengar itu, semua
pemukiman orang Belanda di pagari dengan kawat duri ganas untuk melindungi
pemukiman dan diri mereka. Dan dalam kawat duri itu Belanda sekaligus membuat
semacam perangkap untuk tangkap setiap mereka yang masuk melakukan perlawanan.
Saat orang Marind melakukan
perlawanan ke pemukiman para penjajah dan Misionaris inilah, sebagian besar
kepala suku orang Marind tertangkap dalam pagar kawat duri. Setelah tertangkap,
Belanda isolasi mereka dan dibawah pakai kapal dan di penjarahkan di Ambon.Hingga
saat ini,semua orang Marind tidak tahu keberadaan mereka.
Lepas penyerangan yang
frontal itu dan Penangkapan kepala suku serta di bakarnya barang – barang
kramat orang Marind maka, mereka hilang niat untuk berkompetisi atau bertarung.
Kampung dan dusun mulai terlihat lesuh tak bertuan. Tidak ada nada bunyi Tifa”
Kandara” untuk menari memuja alam mereka yang kaya raya. Tidak ada bunyi suara
menari “gatzii” di Kampung tanda ada keramaian adat. Mereka saat ini tangisi
hidup mereka. Mereka menghiburi diri mereka dengan secangkir “Sagero”. Mereka
hidup di alam hayal dan Mimpi seakan hidup di luar alam nyata.
Dalam situasi itu, Belanda
kembali menunjukan kehebatannya dengan membawa orang Jawa tahun 1910 – 1912 dan
di tempatkan di sepanjang urat tanah pasir yang subur di Spadem. Dengan Belanda
berharap agar para petani Jawa ini menyediakan sayur – sayuran buat kebutuhan
manusia berhidung mancung seperti moncong bangau ini.
Kemudian tahun 1912 orang
Belanda membawa orang Timur Kefa, dan mereka para peternak ini di tempatkan di
sebuah urat tanah yang subur juga yaitu di kampung timur untuk memelihara
ternak sapi dan kuda orang Belanda. Dan dalam kesempatan yang sama, orang Timur
Kefa dan Belanda melepaskan 4 ekor Rusa Kefa dimana dua betina dan dua Jantan
di merauke dan belakangan karena rusa sangat cepat berkembang maka Merauke di
Sebut Kota Rusa. Kemudian ,tahun 1925 orang Belanda membawa orang Jawa lagi dan
di tempatkan di kurik, kuper belakangan mereka disebut JAMER ( Jawa Merauke).
Saat Tanah – tanah subur
orang Marind seperti Jalan Mandala, Kampung Timur, Seringgu, Spadem, Kuprik,
Kurik, Kuper direbut oleh para pendatang ini, tidak ada perlawanan karena orang
Marind terusir jauh ke sebelah kali Maro, dan mereka yang tinggal di
perkampungan dekat kota spirit perlawanan telah di matikan. Dan mereka hanya
menonton Tanah mereka di rampas oleh para Pendatang yang di motori penjajah ini.
Hingga hari ini, orang
Marind terus menonton dengan senyum melihat para transmigrasi yang terus datang
silih berganti untuk mengusai daerah yang subur ini.
Dalam situasi orang Marind
tidak berdaya ini, Indonesia telah mengelurkan dan menetaskan Virus baru yang
bernama MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy Estate) di tahun 2015. Pasti
tujuannya lebih menyingkirkan bahkan kembali memusnahkan orang Marind lagi sama
seperti Virus Spanyol yang di lepaskan oleh orang Belanda tahun 1902-1907, dan
telah memusnahkan seperempat orang Marind dulu.
Cara Indonesia
menelur,mengeram dan menetaskan telur MIFEE (Merauke Integrated Food and Energy
Estate) ini,sama dengan Virus Spanyol tadi dimana ini hasil dari Penelitian
para Ahli tanpa melihat dampak komunitas lokal.
Dimana Orang Marind yang hidup dari berburu dan alam walau mereka memiliki buku jari tangan yang besar besar seperti kata JGG tadi untuk menarik busur panah, mereka tidak mungkin kerja di lahan baru yang di sediakan tersebut.
Dimana Orang Marind yang hidup dari berburu dan alam walau mereka memiliki buku jari tangan yang besar besar seperti kata JGG tadi untuk menarik busur panah, mereka tidak mungkin kerja di lahan baru yang di sediakan tersebut.
Tanah 75 persen telah di
kuasai oleh para milioner dengan Baju MIFEE ini. Cerita MIFFE ini akan menjadi
sebuah sejarah bagi bangsa – bangsa di Dunia. Karena saat ini Populasi orang
Marind menurut mantan Bupati Merauke Romanus Mbraka,orang Asli Papua termasuk
papua lain di merauke hanya tinggal 40 % di Swissbelh Hotel Jayapura 2013
kepada Wartawan.
Berarti orang Marind tinggal 20 persen saja. Dan Patung Kepala Suku Marind diPintu masuk Kerajaan Belanda akan menjadi Kenangan bagi bangsa di Dunia,bagaimana Manusia yang biasa mengalahkan bangsa Raksasa ini dengan cara – cara halus.
Berarti orang Marind tinggal 20 persen saja. Dan Patung Kepala Suku Marind diPintu masuk Kerajaan Belanda akan menjadi Kenangan bagi bangsa di Dunia,bagaimana Manusia yang biasa mengalahkan bangsa Raksasa ini dengan cara – cara halus.
Sumber : Facebook Emil E Wakei
Tidak ada komentar:
Posting Komentar